Friday, March 22, 2013

Krisis Ekonomi 1998 berulang di 2013-2014 ?

Kenangan Diskusi Taskap Group IC Jun 2008 Lemhannas PPRA XLII
 
Jika tidak hati hati (prudent),  kemungkinan kita akan mengalami krisis ekonomi di 2013-2014 seperti yang pernah kita alami pada  krisis 1997/8.
Apa indikasi economy macro nya ? Coba perhatikan indikator ekonomi 2012 dan 2013 serta bandingkan dengan  indikator 1998, apakah krisis ekonomi dapat berulang ?
Coba kita pelajari beberapa kriteria penting yang menyebabkan krisis 1998 atau krisis di Eropa dan di Mexico sering kali berkaitan dengan hutang jangka pendek menggunakan devisa luar negeri, apalagi sekarang kita menggunakan regim devisa bebas dan stabilisasi rupiah agar tidak terjadi devaluasi menggunakan cadangan devisa, sehingga cadangan devisa kita tergerus untuk melawan upaya spekulen dan mempertahankan rupiah dibawah Rp 10,000/USD selama tahun terakhir ini.
Lampiran Essay Taskap Mengenai Perbandingan Krisis 1998 dan 2008 serta EWS - PPRA XLII
Lemhannas PPRA XLII/ 2008 - Island of Greece harbour

Utang Luar Negeri Swasta terus membengkak mencapai, bayangkan USD 125 Miliar, melonjak dasyat sejak 2006 sebesar hanya USD 52 Miliar.

Hutang Luar Negeri Pemerintah juga besar USD 126 Miliar

Total Hutang Swasta dan Pemerintah USD 125 Miliar + USD 126 Miliar =USD 251 Miliar suatu jumlah yang besar kalau kita bandingkan dengan cadangan devisa kita.

Cadangan Devisa per Februari 2013 turun menjadi USD 105 milar dari USD 120 miliar 2011 karena digunakan untuk menjaga rupiah agar tidak menembus angka psikologi diatas Rp 10,000/USD. Cadangan devisa ini juga dapat digunakan juga untuk membayar belanja negara selama beberapa bulan, sehingga neraca pembayaran kita aman meskipun defisit karena akhir akhir ini ekspor lebih besar dari impor terutama karena subsidi bahan bakar dan makin besar impor bahan bakar.

Artinya Cadangan devisa cuma dibawah 50% dari hutang dan mana sanggup bayar hutang yang besarnya lebih dari 200 % cadangan devisa. (Koran Tempo: Jumat 27 Maret 2013 halamanB2) dan Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani juga sudah memberikan warning agar kita mulai memperhatikan hutang swasta dan pemerintah yang terus naik.

Coba kita lihat krisis 1997/ 1998 kenapa kita terkena krisis:

dari: http://www.chynsoncomputer.com/krisis-moneter/index.php

Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge (Nasution: 12)

Hutang Swasta tinggi USD 64 M dan hutang Pemerntah USD 53,5 total = USD 117,5 Miliar

Cadangan Devisa 1996 (USD 19,125) turun menjadi USD 17,427 (1997) artinya cadangan devisa 1998 juga dibawah USD 20 M harus membayar hutang yang sangat besar dan jangka pendek USD 117,5 Miliar ( hutanglebih dari 500% daripada cadangan devisa, sehingga kita ketika krisis 1998 tidak punya uang untuk bayar hutang, artinya collaps dan bankrut). Disini peran IMF yang menawarkan bantuan, namun bukan 'free lunch' karena kita harus tandatangan LOI (letter of intent) IMF yang kalau dibaca tidak jauh berbeda dengan Washington Consensus yang juga harus diterima oleh negara negara AS Latin ketika tidak bisa membayar hutangnya.
Yang mengerikan akhirnya rupiah kita dimainkan oleh spekulan ketika kita dalam kondisi tidak bisa bayar hutang dan akhirnya menjadi snowballing effect dan menjadi krisis multidimensi sehingga Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun terpaksa harus tumbang. Bukan maen dampaknya ?

Artinya kita bisa saja masuk pada krisis ekonomi besar 2013 atau 2014 ketika hutang hutang jangka pendek kita jatuh tempo dan harus dibayar, sedangkan  devisa kita tidak cukup untuk membayarnya, maka inflasi dan devaluasi akan terjadi. Yang kemudian mengerikan adalah jika spekulan ikut bermain dan kita tidak punya lagi cadangan devisa untuk menahan lajunya devaluasi rupiah itulah yang terjadi di 1998 dan semoga tidak terjadi lagi di 2013/ 2014. 
Siapkah kita menghadapi krisis ekonomi berikutnya biasanya sekitar dan sebelum terjadi kegiatan politik besar seperti Pemilu 2014. Siapkah kita membayar hutang hutang yang akan jatuh tempo ? Jika tidak maka kita harus bisa manage free floating dari rupiah kita agar tidak diserang oleh para spekulen yang melihat loop hole ini untuk profit taking dan merusak rupiah kita.
Tentu kami mengharapkan agar skenario ini tidak akan terjadi dan semoga Tuhan melindungi bangsa ini.
Kita harus berhemat, mengencangkan ikat pinggang, meningkatkan devisa, mengurangi hutang artinya tidak konsumtif dan jangan hanya melihat economy growth, tapi perhatikan agar subsidi minyak bisa kita kurangi, sekaligus mengurangi konsumsi bahan bakar /bensin.
Selain melihat pertumbuhan ekonomi, juga harus melihat distribusi dari pertumbuhan ini sehingga Gini Ratio tidak meningkat diatas 40% dan meningkatkan komponen yang bisa diproduksi dalam negeri serta meningkatkan value added.
Catatan: bukan dengan kebijakan kartel seperti yg terjadi dengan bawang putih dan daging, tapi meningkatkan value added untuk produk produk yang sudah mampu kita produksi dalam negeri,( contoh bawang merah, bukan bawang putih), artinya melihat competitive advantage kita (Ricardo).

Bagaimana komentar anda dan saran apa yang harus kita lakukan kedepan segera menghadapi indikator yang mengkhawatirkan dan semoga dapat menghindari krisis ekonomi kedepan
Diskusi Pro dan Kontra krisis di FB:
  • Rudi Har: Krisis akan selalu datang untuk koreksi nilai komponen-komponen ekonomi. Ini natural, biasanya krisis besar terjadi sekali sepuluh tahun. Krisis sedang tiap 5 tahun. Tapi tidak ada krisis yang sama, tiap kali krisis beda kasusnya. Sejarah tidak pernah berulang kalau dalam Ekonomi.

    2013 gak akan sama dengan 1998. Tahun 1998 nilai rupiah di patok fix terhadap US Dollar, ketika nilai Rupiah terpaksa dilepas jadi floating (karena cadangan devisa menipis), nilai Rupiah langsung ambruk dari 2500 ke 17.000. Akibatnya hutang luar negeri swasta dan Pemerintah tiba-tiba naik 8 kali lipat. Siapa sanggup bayar?

    Sekarang 2013 nilai Rupiah sudah floating (artinya nilai terhadap US Dollar selalu terkoreksi sesuai value yang pantas). Krisis berikutnya gak akan sama dengan 1998. Kalau iya gampang benar? Yang bisa analisa sekadarnya aja bisa langsung kaya raya (misal borong US Dollar).

    Sebagai perbandingan yang perlu diperhatikan sekarang justru China, karena nilai Remimbi dipaksa dipatok Fix dengan USD. Tapi inipun kasusnya akan beda karena disapa masalahnya bukan Devisa menipis, tapi Devisa surplus terlalu besar. Kalau Nilai Remimbi nanti dilepas, nilainya akan langsung terbang (bukan ambruk kayak Rupiah 1998). Tapi sama saja jadi masalah, karena barang-barang ekspor China jadi mahal, siapa mau beli. Padahal Ekonomi China di dominasi ekspor sementara konsumsi lokal rendah. Bayangkan TV Changhong 21 inchi yg sebelumnya Rp 1.000.000 jadi Rp 8.000.000. Siapa mau beli? Disaster!
  • Rudi Rusdiah Rudi Har : Rupiah dibuat free floating Agustus 1997 oleh BI, karena laporan donor bulan Juni bahwa fundamental kita kuat dan akan jadi Asian tiger, tidak seperti Thailand yang ketika itu sudah memasuki krisis.  
    Persis seperti saat ini, ketika fundamental rasio hutang besar terhadap cadangan devisa tidak disadari dan cadangan devisa ketika itu (1997/1998) dibawah USD 20 M sedangkan hutang swasta plus hutang pemerintah sudah 6x diatas USD 120 M(lihat analisa diatas), sehingga terjadi default ketika hutang ini jatuh tempo dan tidak punya uang untuk membayar. Ditambah oleh kebijakan devisa bebas dan free floating, maka rupiah dihantam oleh spekulan sehingga naik menjadi delapan kali lipat (8x) sehingga krisis menjadi multidimensi.
    Kodisi saat ini jika tidak hati hati dan total hutang swasta/pemerintah sebesar USD 250 M lebih jatuh tempo, sedangkan cadangan devisa sudah turun terus dibawah USD 120 M artinya jauh dibawah 50% dari hutang, dan neraca pembayaran defisit terus... utk subsidi energy dll... serta ada agenda politik besar 2014, maka sebaiknya kita berhati hati...dan introspeksi... jika tidak yah krisis akan berulang.
    Sebetulnya cadangan devisa kita saat ini sudah turun terus... karena memang harus membuat stabil nilai tukar rupiah dan memang neraca perdagangan kita juga menjurus dari surplus ke defisit... itu yang dikhawatirkan

    By the way, Bank Indonesia khan sejak krisis 1998 mempunyai Early Warning Systems(EWS) untuk menjaga (Surveillance systems) agar krisis 1998 tidak terulang, (Djiwandono:2000)
    Semoga EWS ini bekerja dengan baik dan dapat mengantisipasi krisis berikutnya.
    (Catatan: salah satu sumbangan IMF kepada BI ketika ksisi 1998 selain membuat BI menjadi otonomi)
    Ref: (Bank Indonesia 2007: halaman 24-26) article IV dari article agreement IMF dan Review of 1977 Surveillance .....
  • Rudi Har
    Krisis memang pasti datang pak, cuma krisis berikutnya akan beda lagi nanti kasusnya. Pintar itu namanya si krisis, dipermainkan terus kita

    Biarpun utang jatuh tempo jauh lebih besar dari cadangan devisa, bukan berarti gak ada duit dollar buat bayar
    utang kan? Bayar utang kan gak semuua dari Devisa kalau yang punya utang misal udah nyiapin dollar dari jauh-jauh hari. Caranya ya dengan hedge di international market seperti bapak tulis. Ini dulu yang kita gak paham, sekarang udah paham, udah pintar.

    Tapi saya bilang tadi Si Krisis lebih pintar lagi. Krisis pasti datang lagi dengan cara yang gak di duga-duga. Misal dimulai dengan harga bawang yang meroket menyebabkan panik komoditi misalnya sehingga terjadi ketidakstabilan bahan pangan yang berimbas ke likuiditas, dll. (Ini total skenario ngarang-ngarang hahaha)
  • Rudi Rusdiah krisis tidak dapat dipastikan datang... namun jika kita antisipasi dengan baik maka bisa dihindari. Upaya BI misalnya untuk konversi hutang jangka pendek dengan jangka panjang...agar gejolak terjadi krisis bisa dispread menjadi jangka panjang ha3x
    anyway... kita sendiri di dunia bisnis riil bukan spekulan...jadi tentu tidak berharap agar pemerintah aware dan hati hati... itu saja harapannya...semoga tidak terjadi lagi, karena sudah ada warning dan antisipasi.


    Diskusi kenapa krisis bisa terjadi terlepas adanya EWS:



    • Rudi Har: Oh, ya kalo EWS canggih harusnya yang bikin di US sana bisa mengantisipasi krisi 2008 yang dimulai dari sub prime mortgage market. Tapi keok juga tuh mereka hihihi

      Masalahnya kita (dan mereka juga sama sih) pintarnya sesudah krisis lewat, baru bisa menjelaskan semua kenapa. Baru dibuat action untuk mencegah jangan terulang. Smart... tapi krisis besok siapa tau mulai dari mana.
    • Rudi Rusdiah  jawaban kenapa krisis finansial 2008 terjadi dinegara pembuat krisis ..eh pembuat EWS (bukan ewes ewes ha3x
      Seperti yg dikatakan oleh om Greenspan..bapak pemberantas krisis the FED bahwa : "Ciriss can happened when it is less anticipated... artinya justru kitanya lengah dan tidak hati hati maka terjadi krisis... that is exactly what happened in 2008 menurut om Green ha3x
      Kalau teori system: Garbage in... yah Garbage Out GIGO (bukan gigolo
      artinya sehebat apapun EWSnya kalau inputnya garbage hati hati...outputnya dan analisanya juga garbage . Gimana komentar para jawara pengendali EWS baik di BI maupun di Menko Ekonomi ?
Economic Development study from Colorado State U. 2012
In Juni 2012, we participate in Economic Development class with two profesors from  Colorado State Univ. (Dr George Stetson and Dr Steve Leisz)  mendalami teori pembangunan seperti Dependency Theory from Classic to Contemporer Economic Theories... interesting to apply this theory to what happened in Indonesian crisis, especialy when it comes to Washington Consensus and Structural Adjustment program of IFI (international finance institutions) Worldbank and IMF as donor. How it closely relate to what happened when Soeharto sign the IMF LOI handed by IMF Managing Director Michael Camdesus, followed by the fall of the 'Orde Baru' regime.